Latest Posts

29 November 2010

ASA TERHADAP EKSISTENSI HUKUM SEBAGAI ‘PANGLIMA’ DI INDONESIA

oleh :Agus Fadilla Sandi

Pada hakikatnya hukum dibuat untuk dilaksanakan, bukan untuk dilanggar. Tujuan mulia hukum yang berupa keadilan sudah seharusnya mendapatkan tempat tertinggi sebagai ‘panglima’ di negeri ini. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konstitusi negara yang memuat aturan hukum dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian dapat diyakini bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Sejak Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan, maka segala sesuatu harus berjalan sesuai dengan amanat dan ruh konstitusi tersebut. Bunyi pasal-pasal yang ditorehkan di dalam konstitusi sebenarnya sudah cukup ideal, namun seringkali itu hanya dalam angan-angan. Tentunya pernyataan demikian bukan sekedar omong-kosong belaka, melainkan realita di lapangan yang tanpa ‘malu’ telah berhasil mencemarkan nama baik dari hukum itu sendiri. Berapa banyak kasus-kasus hukum kaum minoritas yang diselesaikan dengan cara tak beradab, sedangakan para ‘tikus-tikus kantor’ dengan bebas berjalan gagah di depan umum. Jerit tangis masyarakat yang digusur tak dihiraukan demi suatu aturan, namun bisikan para mafia hukum selalu didengarkan hanya demi kepentingan golongan. Mungkin saat ini hukum hanya sebagai ‘hiasan’ di negeri ini. Akankah ia kelak menjadi hal yang nyata? Hidup di tengah-tengah kita, semua warga Indonesia? Kapan? 
Kenyataan akan buruknya proses penegakan hukum saat ini merupakan indikasi ketidak berhasilan negara dalam menempatkan hukum sebagai ‘panglima’nya. Oleh karena itu, maka salah satu jalan yang harus ditempuh oleh negara ialah perbaikan terhadap proses penegakan hukum itu sendiri. Dalam rangka mendukung upaya penegakan hukum yang baik tentunya dibutuhkan berbagai faktor dan/atau hal-hal yang secara jelas dapat mempengaruhi upaya penegakan hukum tersebut. Dari sekian banyak faktor yang ada, setidaknya ada dua dari padanya yang sangat berpengaruh, yakni pembuat hukum dan penegak hukum.
Di Indonesia, pembuat hukum adalah tugas dari badan legislatif. Adapun penegak hukum adalah tugas dari badan yudikatif. Selama ini, badan legislatif sebagai badan yang bertugas sebagai pembuat hukum cenderung diwarnai dan dipengaruhi oleh berbagai kepentingan politik partai-partai tertentu, tergantung partai apa yang mendominasi dan/atau partai apa yang menjadi ‘kendaraan’ politiknya menuju badan legislatif tersebut. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu titik lemah dari suatu luaran (output) aturan hukum yang dibuat.
Penegakan hukum yang bertujuan mulia untuk menegakkan keadilan terkadang sering ‘terciderai’ dari awal adanya aturan hukum itu sendiri. Badan legislatif yang diduduki oleh para politikus cenderung hanya membuat aturan hukum yang sesuai dengan kepentingannya sendiri tanpa melihat kebutuhan masyarakat luas. Walaupun ada beberapa aturan hukum yang dikeluarkan atas desakan masyarakat, namun dalam proses pembuatannya kerap sekali dimasuki oleh unsur-unsur lain yang sebenarnya tidak mewakili apa yang diharapkan dari masyarakat tersebut.
Selain dari pada itu, salah satu faktor pendukung upaya penegakan hukum adalah penegak hukum yang dalam konteks Indonesia merupakan tanggung jawab dari badan yudikatif. Badan yudikatif di Indonesia terdiri dari majelis kehakiman, yakni MA beserta peradilan dibawahnya dan MK. Kesemuanya memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam proses penegakan hukum, walaupun dengan kadar yang berbeda-beda.
Badan yudikatif sebagai penegak hukum seharusnya memiliki paradigma yang sama terhadap arti pentingnya eksistensi dari suatu hukum. Realita saat ini menunjukkan bahwa badan yudikatif di Indonesia cenderung memiliki perbedaan paradigma dalam menafsirkan dan menegakkan suatu aturan hukum. Perbedaan mendasar saat ini yang sangat terlihat adalah antara semangat untuk menegakkan keadilan prosedural dan semangat untuk menegakkan keadilan substantif. Perbedaan ini seharusnya tidak dijadikan sebagai masalah atau kendala bagi badan yudikatif untuk terus memperjuangkan penegakan hukum. Namun realita tetap saja bertolak belakang dengan harapan yang pada akhirnya cendrung men‘ciderai’ keadilan sebagai tujuan mulia dari hukum itu sendiri.
Berbicara tentang kedua perbedaan di atas, maka hal kemudian yang muncul adalah antara keadilan dan kepastian hukum. Kedua hal ini sebenarnya sama sekali tidak konfrontatif, mengingat keadilan adalah tujuan dan kepastian hukum adalah bagian sebagai dasar dari upaya penegakan hukum. Hal yang seharusnya diwujudkan ialah bagaimana badan yudikatif dapat mewujudkan keadilan yang berkepastian hukum.
Demikianlah refleksi atas suatu asa terhadap eksistensi hukum sebagai ‘panglima’ di negeri ini. Ketercapaian dalam mewujudkannya adalah bukti bahwa hukum bukan sekedar utopia. Sehingga untuk mencapai niatan mulia tersebut, maka proses penegakan hukum sudah seharusnya diperbaiki, baik pada proses pembuatan hukumnya maupun proses penerapannya. Pembuat dan penegak hukum selayaknya selaras dalam berpikir dan berbuat. Badan legislatif sebagai pembuat hukum sudah seharusnya tidak hanya mewakili kepentingan partai politiknya, tapi juga masyarakat luas dalam membuat suatu aturan hukum, mengingat aturan hukum yang diberlakuan juga mengikat bagi seluruh masyarakat. Begitupun badan yudikatif sebagai aparat penegakan hukum untuk tidak mempersempit ruh dan semangat konstitusi sebagai dasar hukum negara yang bertujuan mulia untuk mencapai dan mewujudkan keadilan. Luaskan pemikiran dan capai keadilan. Semoga hukum dapat menjadi nyata, saat ini.
read more...

MAHASISWA SEBAGAI RUH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

HMI MENJAWAB

Berawal dari kegelisahan umat Islam mengenai masa depan bangsa indonesia yang terungkap dalam kongres umat islam waktu itu, maka kongres merekomendasikan untuk mendirikan sebuah sekolah yang kemudian diberi nama Sekolah Tinggi Islam (STI). Oleh karena itu pada tanggal 8 Juli 1945 didirikanlah STI. Dalam sejarahnya kemudian pada tanggal 14 Desember 1947 berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Beberapa sosok pendirinya adalah beliau Muh. Hatta, Kahar Mudzakir, Hasyim Asy’ari, Soekarno, M. Natsir, dkk(lihat dalam buku-buku sejarah tentang UII).
UII berdiri sebagai pemersatu umat, selanjutnya pada tahun 1946 untuk mendukung hal itu para mahasiswa mendirikan senat mahasiswa dengan ketua I sebagai penanggungjawab di jabat saudara Djanamar Adjam, ketua II (bidang kkemasyarakatan dan agama) di jabat oleh saudara Amin Syahri, ketua III (bidang kemahasiswaan) di jabat oleh saudara Lafran Pane (lihat dalam buku Sejarah dan Dinamika UII hal.38).
Saat itu banyak mahasiswa islam yang tidak paham dengan islam dan malah malu mengakui sebagai orang islam. Ini terjadi karena ulah penjajah yang mendoktrinkan/ melekatkan islam dengan ke-kolot-an dan kebodohan. Lafran pane, sebagai orang yang diserahi urusan tentang mahasiswa melihat hal ini salah dan sangat bertentangan dengan apa yang selama ini diajarkan di UII, bahwa islam adalah agama yang sempurna dan agama yang benar, maka dia bersama 20 mahasiswa STI lainnya dalam salah satu ruang perkuliahan di jl. Styodiningratan pada tanggal 5 Februari 1947 mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebelumnya Lafran Pane sudah menyampaikan keinginannya untuk mendirikan HMI pada KH. A. Kahar Muzakir (rektor UII saat itu) dan hal itu sangat di dukung oleh beliau karena mendukung misi UII. Bahkan beliau memberikan bantuan finansial setiap bulannya Rp.25,- untuk keberlangsungan hidup organisasi ini (lihat buku 5 Windu UII hlm. 318-322).
Selain alasan diatas, ketika diwawancarai, Lafran Pane menegaskan bahwa keputusan yang tergesa-gesa untuk mendirikan organisasi tersebut disebabkan oleh kebutuhan mendesak bagi para cendekiawan muslim muda untuk ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan nasional. Ini bagi dirinya sendiri berarti tugas untuk melestarikan dan mengamankan ajaran-ajaran islam (lihat buku disertasi Victor tanja tentang HMI hlm.53).
Sesuai dengan harapan dan tujuan didirikannya UII, HMI tidak pernah mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi politik/ masyarakat/ sosial apapun karena HMI sejak awal sudah mengambil sikap sebagai organisasi yang independen (lihat Khittah Perjuangn HMI tentang tafsir independensi). Namun begitu, sejarah mencatat bahwa HMI pernah dianggap sebagai senjata politik dari Masyumi. Padahal sesungguhnya itu tidaklah benar. Lihat para alumni dan kader HMI ketika itu, mereka tumbuh dan berkembang menjadi karakternya sendiri dengan penuh kesadaran dan tanggungjawabnya masing-masing(lihat buku disertasi Victor Tanja tentang HMI hlm. 54).
Independensi HMI sebagai sebuah organisasi sudah terbukti dan teruji. Contohnya pada tahun 1965 HMI menyatakan sikap perlawanannya terhadap Partai Komunis Indonesia, lalu sikap HMI pada periode akhir 1960 atau ketika era kepemimpinan Nurcholis Majid. Waktu itu HMI dengan tegas menyatakan sikapnya untuk tidak mendukung berdirinya kembali Masyumi sebagai sebuah organisasi politik formal (lihat buku Api Islam ). Tahun 80-an masih sangat segar ingatan kita dengan sejarah asas tunggal yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru saat itu. HMI organisasi yang berani mengatakan dengan tegas dan konsisten untuk tetap menggunakan islam sebagai asas dengan segala resiko dan konsekwensinya. Salahsatu konsekwensi itu akhirnya HMI terpecah menjadi dua yaitu HMI-Majelis Penyelamat Organisasi/ sering disingkat MPO dengan asas islamnya; HMI Dipo dengan asas pancasilanya. Menurut salahsatu pelaku sejarah saat itu, kanda Suparman Marzuki (calon komisioner Komisi Yudisial), dari UII lagi gerakan untuk mendirikan HMI-MPO sebagai upaya penyelamatan asas dan perlawanan terhadap rezim otoriter saat itu dikonsolidasikan.
Betapa urgen posisi kedudukan HMI di UII, sehingga Prof. Mahfud M.D dan Alm. Prof. Dahlan Thaib menuliskan satu bab khusus tentang kelahiran HMI dalam buku 5 Windu UII. Bahkan Alm. Prof Dahlan Thaib sering kali berkata,”HMI adalah UII, dan UII adalah HMI”. Begitu besarnya peran mahasiswa di UII hingga muncul spekulasi bahwa UII besar karena mahasiswanya dan bukan seperti di universitas lain yang justeru mahasiswa dibesarkan oleh universitasnya(lihat buku 5 Windu UII hlm. 318)
Jadi tidaklah berlebihan (tanpa bermaksud menafikkan keberadaan oraganisasi lain) jika saudara Nugroho selaku ketua Dewan perwakilan mahasiswa(DPM) Fakultas Hukum UII dan saudara Reza Vahlevi selaku ketua Lembaga eksekutif mahasiswa(LEM) Fakultas Hukum UII sempat menyinggung tentang keberadaan HMI, begitu juga Bpk. Dr. Rusli Muhammad selaku dekan FH UII saat mengisi stadium general MATAHARI juga membicarakan tentang harapannya terhadap HMI. Bukan semata-mata untuk kepentingan pragmatis golongan, tapi sebagai pengingat dan motivasi bagi seluruh keluarga besar UII tentang pentingnya perjuangan dan perkaderan, terlebih untuk mahasiswa baru yang hanya tahu “besar”nya UII tanpa tahu tentang sejarah perjuangan dan perkaderannya agar tidak terjebak pada budaya pragmatis, hedon dan juga supaya kita semua tidak menjadi a historis.
read more...

28 November 2010

IP vs Organisasi

oleh: Rio R.E.

Orang tua mengirim kita jauh-jauh dari rumah, rela bekerja membanting tulang kesana kemari semata-semata supaya kita anak-anaknya bisa kuliah dan menjadi kebanggaan  mereka. Tetapi juga patut kita sadari, bahwa ga semudah itu ngejalanin amanah yang orang tua berikan. Hidup bekas tanpa kekangan orang tua, siapa ya yang ga pengen? Iya gak.. Tapi sepertinya kita akan sepakat jika itu dikembalikan pada pribadi masing-masing. Toh setiap orang punya tips dan trik sendiri untuk menghadapi semua tuntutan akademis dengan tugas utama belajar , Lulus tepat waktu, dan IP yang tinggi. Amien...
Beda dengan tujuan akademis yang pasti dimiliki oleh semua mahasiswa, kecakapan dan ketrampilan hidup (pendidikan non akademis) sering kali terlupa. Pendidikan non akademis menyangkut bagaimana cara kita bertutur kata juga berkaitan dengan seberapa luas jejaring yang kita punya. Itu semua menjadi sangat penting ketika kita harus terjun ke masyarakat, mencari kerja atau mengurus banyak hal yang berhadapan langsung dengan publik. Kita gak bisa hanya mengandalkan Ilmunya guyton,sheerword dan sebagainya. Kita juga gak jamin kalo kita bisa punya jejaring yang luas hanya dengan mengandalkan cara bergaul kita sekarang. Kayaknya hal itu sempit banget,padahal dunia itu luas banget. Kita gak dapet ketrampilan itu hanya dari bangku kuliah. Banyak penelitian yang ngebuktiin bahwa IP adalah urutan ke-17 dari 20 hal yang menentukan kesuksesan seseorang (bukan berarti kita ga harus mikirin ip lho). Karena IP tetep penting,inget kan tuntutan orang tua yang awal dah kita omongin.Penentu kesuksesan terbesar adalah dari kecakapan dan ketrampilan hidup yang bisa kita dapet dari organisasi. Bukan bikin surat dan proposalnya, bukan so eksisnya tapi semua masalah yang ada di organisasi dan nuntut kita untuk berfikir ekstra yang membuat kita besar. Kita dituntut untuk bisa membagi waktu, dianjurkan untuk berpikir diluar pemikiran kita yang luar biasa dan kita dibasakan untuk menghadapi orang banyak dari berbagi kalangan.Inilah yang sebenarnya bisa dijadikan batu loncatan bagi kita semua.
IP dan Organisasi gak selamanya bertolak belakang, yakin deh. Malah orang yang berorganisasi dan tetep gak melalaikan kewajibanya di dunia akademik termasuk orang hebat yang bisa mengembangkan kemampuan otak kanan dan otak kiri mereka.Kalo ga percaya liat deh di sekeliling kalian, banyak koq orang-orang besar besar didunia akademik dengan background organisasi. Maka jadi akademisi yang berorganisasi sama sekali gak nyeremi kawan. Jangan jadi mahasiswa standar yang gak punya ketrampilan dan kemampuan apa-apa. Organisasi Cuma satu dari banyak pilihan. Intinya adalah bagaimana kita bisa mengembangkan diri dan melebarkan sayap dengan leluasa lalu terbanglah melihat dunia dan mencapai semua mimpi-mimpi kita. Kebanggaan orang tua menanti kita di depan sana. Yakin Usaha Sampai!
read more...

18 Agustus 2010

LK II HMI MPO


HMI Jogja akan Selenggarakan LK II
wednesday, 18 August 2010 14:09
Yogyakarta, pbhmiNET- HMI Cabang Yogyakarta akan menyelenggarakan Latihan Kader II (Intermediate Training) pada tangal 24 s.d. 31 Agustus 2010. Tema LK II adalah "Rekonstruksi Sistem Hukum di Indonesia dalam Rangka Mewudujkan Nilai-nilai Keadilan".


Menurut Ketua Umum HMI Cabang Yogya, Danang Tri Hartanto, LK II ini terbuka bagi kader HMI seluruh Indonesia yang telah menyelesaikan LK I. Calon peserta diminta untuk menulis makalah sesuai tema di atas sebanyak 3 halaman dan hafalan beberapa surat Alquran. Dan satu lagi, calon peserta akan diperbolehkan mengikuti LK II jika sudah dinyatakan lolos seleksi yang akan dilaksanakan sehari menjelang acara.

Jika Anda tertarik, silahkan bisa mendaftar langsung ke panitia. Pendaftaran paling lambat tanggal 20 Agustus 2010 pukul 00.00 wib, dapat melalui SMS : ketik  REG (spasi) NAMA (spasi) KOMISARIAT. Kirim ke 08175417296  an. Jam’ul Hasani / Panitia.
Informasi lebih lengkap bisa langsung menghubungi HMI Cabang Yogyakarta di Karangkajen MG. III/996 Yogyakarta phone. 0274-6567900 email:hmi_cabangjogja@yahoo.co.id . 

read more...

14 Agustus 2010

HIKMAH PUASA RAMADHAN



Oleh: Rio Rachmat Effendi

"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." (S.al-Baqarah:183)
PUASA menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,dengan disertai niat ibadah kepada Allah,karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.
RAMAHDAH bulan yang banyak mengandung Hikmah didalamnya.Alangkah gembiranya hati mereka yang beriman dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bukan sahaja telah diarahkan menunaikan Ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda,malah dibulan Ramadhan Allah telah menurunkan kitab suci al-Quranulkarim,yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dan untuk membedakan yang benar dengan yang salah.
Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terthindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb.
Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita mengawal diri kita untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari,karena mematuhi perintah Allah.Walaupun isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya diketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah s.w.t.
Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah:"Wahai orang-orang yang beriman" dan disudahi dengan:" Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa."Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama sebulan Ramadhan,melatih diri kita,menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum,mencampuri isteri,menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia,seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan ummat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya.Rasullah s.a.w.bersabda:
"Bukanlah puasa itu hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan omong-omong kosong dan kata-kata kotor."
(H.R.Ibnu Khuzaimah)
Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan sahaja dapat membersihkan Rohani manusia juga akan membersihkan Jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak berehat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat merehatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan berkesan.
Perlu diingat ibadah puasa Ramadhan akan membawa faaedah bagi kesehatan
rohani dan jasmani kita bila ditunaikan mengikut panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya tidaklah seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia sahaja.
Allah berfirman yang maksudnya:
"Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (s.al-A'raf:31)
Nabi s.a.w.juga bersabda:
"Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."
Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi mengikut keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa muzarat kepada kesehatan kita. Boleh menyebabkan badan menjadi gemuk, dengan mengakibatkan kepada sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama sekali ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa dibulan Ramadhan akan membawa kesehatan bagi rohani dan jasmani kita. Insy Allah kita akan bertemu kembali.
Allah berfirman yang maksudnya: "Pada bulan Ramadhan diturunkan al-Quran
pimpinan untuk manusia dan penjelasan keterangan dari pimpinan kebenaran
itu, dan yang memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Barangsiapa menyaksikan (bulan) Ramadhan, hendaklah ia mengerjakan puasa.
(s.al-Baqarah:185)

read more...

09 Juni 2010

KETIDAKPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP HUKUM



Oleh:ZUHAD AJI FIRMANTORO

A. Pendahuluan
Sampai detik ini belum ada seorangpun yang bisa mendefinisikan hukum secara pasti. Hanya semua orang bersepakat bahwa keberadaan hukum adalah untuk menjamin keteraturan dan ketertiban masyarakat agar diperoleh keadilan dan kesejahteraan. Sedangkan apa itu keadilan, sampai sekarang juga masih belum ada definisi yang pasti. Namun begitu banyak ahli yang sudah mencoba untuk memberikan penjelasannya dengan berbagai metodenya masing-masing.
Antara satu individu dengan yang lain dalam suatu masyarakat akan saling mengikatkan diri dan ikatan itu dibuat sendiri, namun jika ikatan itu dirasa sudah tidak lagi cocok maka dia akan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut (Biarkan hukum mengalir). Hal ini muncul sebagai konsekwensi ketika manusia menjadi makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Ikatan itulah yang kita sebut hukum, sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan keteraturan dalam proses interaksi sesama manusia.
Dimana ada interaksi antar manusia disitulah ada hukum yang mengaturnya (ubi societas ibi ius). Setiap masyarakat memiliki sifatnya masing-masing yang akan dapat kita lihat dari hukum yang tumbuh dan hdup dalam suatu masyarakat. Hukum yang berkembang dalam suatu masyarakat dapat menunjukkan bagaimana karakter dari individu-individu yang ada didalamnya, karena hukum dan perilaku manusia tidak bisa dipisahkan.
Perilaku manusia yang buas akan memunculkan hukum yang sangat keras, sedang perilaku manusia yang elegan akan memunculkan hukum yang lunak. Hukum menjadi seperti itu karena hakekatnya keberadaan hukum adalah untuk manusia dan bukan malah sebaliknya dimana manusia ada untuk hukum. Karena itulah maka hukum akan selalu bergerak mengalir mengikuti dinamika kehidupan manusia itu sendiri.
Sepanjang sejarah umat manusia meninggalkan jejak hukum yang oleh Prof. Satjipto rahardjo dikatakan dengan membangun hukum, mematuhi hukum, dan merobohkan hukum. Kendati hukum dibuat sendiri oleh manusia namun dalam perjalanannya tidak mudah untuk mengimplementasikannya. Dengan adanya hukum tidak serta merta kemudian hidup dapat berjalan dengan mulus, namun penuh dengan gejolak dan dinamika yang tak pernah berhenti. I Gede A.B Wiranata mengatakan,”hukum itu berjalan tertatih-tatih mengikuti kenyataan (het recht think achter de feitenaan).” Artinya bahwa hukum dipandang selalu tertinggal dengan apa yang coba diatur olehnya.
Kehidupan membutuhkan kaidah sosial dan di zaman sekarang, hukum menjadi primadonanya. Melalui alat-alat yang diciptakannya, manusia memproduksi hukum. Tetapi anehnya hukum itu terkadang dirasa sangat membelenggu dan manusia ingin meloloskan diri dari belenggu itu. Salahkah manusia yang ingin meloloskan diri dari “belenggu” hukum? meloloskan bukan dalam arti tidak patuh terhadap hukum. Kepatuhan terhadap hukum adalah satu hal, dan pelolosan atau pembebasan diri dari hukum adalah masalah yang berbeda. Hukum tidak selalu benar, dia tidak bisa memonopoli kebenaran sehingga “pembebasan diri” tadi harus didengar sebagai koreksi terhadap hukum. Disinilah terjadi pergulatan hukum secara terus-menerus antara membuat hukum (rule making) dan mematahkannya (rule breaking).
B. Pembahasan
Dalam konstitusi kita sudah jelas dikatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Pernyataan itu secara singkat dapat memancing pemikiran yang sedikit nakal, yang mengatakan bahwa Indonesia bukan “negara keadilan”. Hal ini saya katakan melihat realita yang terjadi di sekitar kita saat ini. Bagaimana dengan gampangnya seorang nenek yang “mencuri” 3 buah kakao dihukum seberat orang yang korupsi jutaan rupiah misalkan. Lalu bagaimana di daerah probolinggo, seorang pencuri yang sudah berada dalam tahanan polisi dibunuh oleh warga, dan masih banyak lagi berbagai kasus lain yang menunjukkan kesewenang-wenangan penafsiran keadilan.
Hukum adalah bagian usaha untuk meraih keadilan dalam masyarakat, tetapi dia tidak sama persis dengan keadilan. Keadilan mencakup hukum namun hukum bukan satu-satunya cara menciptakan keadilan. Seandainya konstitusi kita menuliskan negara Indonesia adalah negara yang berdasar keadilan tentu akan berbeda keadaan yang terjadi sekarang ini. Wajarlah sekarang masyarakat indonesia merasa kecewa terhadap hukum yang sedang berjalan karena hukum kebanyakan hanya dijadikan sebagai alat legalitas untuk membenarkan sebuah tindakan.
Gustav Radbruch berpendapat, bahwa hukum itu bertumpu pada tiga nilai dasar, yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan (biarkan hukum mengalir). Secara teori memang bagus sekali tapi dalam penerapannya, antar ketiganya sering mengalami konflik dan bahkan jarang bisa berjalan secara harmonis. Berangkat dari pendapat Radbruch tadi dapat kita lihat bahwa hukum tidaklah seindah seperti yang dikatakan –terutama-oleh para legalis. Ketika kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum saling berbenturan maka kita dipaksa untuk memilih mana yang harus kita menangkan. Konflik itulah yang kira-kira juga terjadi dalam kasus-kasus diatas.
Ketika hukum selesai dibuat maka saat itu juga hukum sudah tertinggal dengan keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Karena kehidupan itu tidak pernah berhenti, selalu saja mengalir dengan berbagi macam dinamikanya. Jika kita pakai sudut pandang itu maka akan tampaklah ketidakteraturan dalam hukum itu sendiri.
Hal itu dibenarkan oleh Charles Sampford dengan pernyataannya dalam bukunya Prof. Satjipto Rahardjo “hukum itu penuh dengan ketidakteraturan. Dia mengkritik keras para ahli hukum yang menyatakan bahwa hukum itu penuh dengan keteraturan dan kepastian. Sampford mengatakan bahwa itu hanya pernyataan yang dimunculkan untuk kepentingan profesi mereka saja, sebab bagaimana mereka dapat bekerja dengan tenang kalau hukum yang mereka gunakan itu penuh dengan ketidakpastian. Sampford melihat bahwa kepastian hukum lebih pada keyakinan yang dipaksakan daripada keadaan yang sebenarnya.”
Seorang intelektual cina yang telah bermukim lama di Amerika mengingatkan bahwa hukum memiliki tujuan yang “besar”. Karena itu kita harus berhati-hati dalam melaksanakan sistem hukum. Apabila tujuan yang besar itu tidak disadari, maka hukum akan menjadi kering dan masyarakat bisa menjadi “sakit” dan tidak bahagia.
Dari pandangan-pandangan besar diatas maka dapat kita lihat keadaan indonesia sekarang. Hukum hanya dijadikan sebagai alat untuk membenarkan setiap keputusan yang diambil oleh penguasa. Misalkan ketika undang-undang Badan Hukum Pendidikan dibatalkan oleh Mahkamah konstitusi, dengan sigapnya lalu presiden kita mencoba mengeluarkan perpu.
Hukum di Indonesia adalah produk politik, karena itu seharusnya hukum kita dapat lebih progresif, mengingat kepentingan semua pihak dapat dengan cepat tersampaikan. Dengan demikian harapannya kebahagiaan masyarakat bisa diwujudkan. Namun ternyata kepentingan yang terakomodir selama ini hanya kepentingan segelintir golongan saja, sehingga banyak rakyat yang tidak merasa diuntungkan dengan adanya hukum yang tercipta.
Ketika masyarakat tidak lagi merasakan manfaat dari hukum maka hukum secara otomatis akan kehilangan kewibawaannya.Masyarakat tidak lagi melihat hukum sebagai kebutuhan dan akhirnya hukum akan ditinggalkan atau setidak-tidaknya masyarakat akan mencari hukum baru yang sesuai dengan keadaannya.
Semua itu tidak dapat kita salahkan begitu saja pada masyarakat yang mencoba melepaskan diri dari hukum yang “membelenggunya”. Jika hukum kita sudah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tidak akan terjadi kasus bibit-candra, kasus mbah minah, kasus munir, dan masih banyak lagi lainnya yang mungkin tidak sempat terlihat oleh kita karena begitu banyaknya kasus seperti itu. Karena itu pula maka kita akan mewajarkan ketika masyarakat tidak lagi percaya terhadap hukum yang ada sekarang.
Hal-hal itulah yang membuat hukum kita akan sulit untuk ditegakkan. Jangankan tegak dengan kesadaran sendiri, dipaksakan sekalipun akan sulit. 12 tahun sudah reformasi berjalan, tetap saja belum mampu untuk mengembalikan atau memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
C. Kesimpulan
Hukum kita saat ini belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang setiap harinya terus mengalami perkembangan. Karena itu sekarang harus dimulai evaluasi bersama untuk selanjutnya kita tindaklanjuti dengan jiwa besar sehingga akan lahir sistem hukum baru yang bisa memberi kebahagiaan pada masyarakat indonesia. Dengan kebahagiaan itulah maka kesadaran hukum dalam masyarakat akan tercipta karena masyarakat merasa butuh.
Bukan hanya sistem yang harus dibenahi. Tetapi para penegaknya juga perlu dibenahi agar semuanya dapat berjalan dengan sinergis antara penegak hukum dengan hukum yang akan ditegakkan. Dengan demikian masyarakat tidak akan merasa hidup dalam keterkekangan, namun hidup dalam kedamaian yang akhirnya menciptakan kesejahteraan. Untuk itu perlu pembenahan besar-besaran oleh semua pihak, dan momentum reformasi adalah saat yang tepat untuk melakukan itu.
read more...